SLEMAN - www.suaraindonesia.co// Penerapan pembinaan terhadap murid sekolah memang dibenarkan, akan tetapi tetap harus berbijak pada rasa kemanusiaan dan tidak melanggar HAM. Terlebih menyangkut kebebasan dalam beribadah.
Karena anak sekolah di lindungi oleh Undang-Undang no.35 Tahun 2014.
Hal tersebut di atas menimpa dari salah-satu murid SMK N 2 Depok Sleman Yogyakarta, sebut saja CRL (17). Dimana murid tersebut mendapat perlakuan Diskriminatif dan pembinaan yang lebih, tepatnya Hukuman di paksa untuk menjalankan Ibadah sholat di masjid selama 45 hari baik di Lingkungan sekolah maupun di Rumah.
Pembinaan tersebut pernah di mohonkan kebijakan untuk tidak di terapkan karena murid tersebut justru terdampak sakit dan depresi sehingga tidak mau berangkat ke sekolah. Akan tetapi oknum guru sekolah tersebut menolak mentah-mentah dengan alasan menjalankan aturan yang berlaku di sekolah, tidak membeda-bedakan baik anak presiden anak Menteri atau anak anggota DPR sekalipun akan di terapkan hukuman yang sama.
Hal di atas memicu orang tua wali murid yang berprofesi sebagai advokat mengadukan hal tersebut ke Dinas terkait melalui surat resmi. Dan orang tua wali murid memilih mengajukan mutasi terhadap siswa tersebut. Akan tetapi surat resmi yang di kirimkan kepada Kepala Sekolah SMK N 2 Depok tidak di tanggapi Justru menugaskan guru lain untuk meminta tanda tangan kepada orang lain yang nota bene tidak memiliki hak asuh terhadap anak tersebut.
” Ya saya mengirim surat resmi menggunakan Kop kantor Hukum karena merasa di lecehkan secara profesi, Karena tidak ada jawaban resmi surat tersebut justru meminta tanda tangan kepada yang tidak memiliki hak asuh terhadap murid tersebut “ pungkas orang tua murid tersebut," pada (15/1/2025). **
[Tim Redaksi]
Posting Komentar