SURAKARTA - suaraindonesia.co// Dalam rangka peringatan Hari Wayang Dunia (HWD) X yang akan digelar selama tiga hari, pada Jumat-Minggu (1-3/11) ini mengangkat tema Wayang Inovasi: Reka Cipta Wayang Untuk Kejayaan Negeri.
Tema ini sejalan dengan dinamika kehidupan manusia yang progresif dan simultan mengikuti transformasi zaman.
Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Dr. Fadli Zon di rencanakan akan membuka Hari Wayang Dunia pada Jumat (1/11/2024) malam pukul 20.00 WIB di Pendhapa KGPH Djojokusumo, Kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Solo.
Menurut keterangan Ketua Umum HWD X, Dr. Sunardi menyatakan “kini, seniman dalang, pergelaran lakon wayang, dan masyarakat penontonnya merupakan kesatuan ekosistem dunia seni pertunjukan wayang dengan posisi dan perannya masing-masing. Sang dalang adalah pribadi kreator, inventor, dan inovator reka cipta wayang yang menggerakkan roda kehidupan jagat pewayangan.
Di era teknologi, dalang menemukan media pergelaran hybrid, yaitu secara full-luring ataupun secara daring (live streaming maupun on demand) yang tengah menggejala menjadi trend market baru atas kreasi dan inovasi wayangnya.
Pergelaran lakon wayang tersebut ditandai dengan merebaknya lakon-lakon baru hasil gubahan dari teks hypogram ataupun lakon baru atas dasar isu aktual di masyarakat. Transformasi pakem pedalangan membawa daya kreasi seniman dalang semakin tumbuh dan berkembang memberikan vokabuler baru dalam persoalan lakon (cerita) wayang masa kini.
Penonton wayang memiliki pilihan untuk menyaksikan pergelaran, baik secara datang langsung di tempat ataupun melalui kanal youtube ataupun media sosial lainnya. Saat ini, penonton memiliki kekuatan membentuk pangsa pasar dan memunculkan kecenderungan estetika selera massa”.
Dr. Bagong Pujiono selaku Ketua Jurusan Pedalangan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Solo menerangkan “bentuk kegiatan yang diselenggarakan pada HWD X, yaitu: (1) Ruwatan massal sebagai ritual untuk membersihkan diri dari sukerta atau pengaruh negatif agar mendapat ketenteraman hidup; (2) Pameran wayang, mempertemukan para kreator, kolektor, dan perajin berbagai macam wayang inovasi; (3) Lomba mewarnai wayang, untuk mengenalkan tokoh-tokoh wayang kepada anak-anak dan generasi muda; (4) Pergelaran wayang, untuk memperkenalkan berbagai jenis dan gaya pertunjukan wayang kepada masyarakat pemerhati wayang; (5) Seminar Wayang, dimaksudkan untuk memperkuat disiplin ilmu pedalangan dengan mempertemukan para pakar wayang dari kalangan akademisi, praktisi, dan lembaga pedalangan.
Selanjutnya disampaikan dengan pengakuan wayang sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO, kami selaku akademisi seni dan pelaku seni perlu menumbuhkembangkan agar tetap lestari keberadaannya dan terus berkembang sesuai dengan situasi zaman serta perkembangan budaya bangsa.
Tujuan diselenggarakannya kegiatan ini adalah: memberikan wahana bagi upaya kreasi dan inovasi wayang Indonesia; mengimplementasikan UU no 5 Tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan melalui revitalisasi wayang; mangayubagya ditetapkannya wayang Indonesia sebagai warisan budaya yang telah diakui oleh dunia. untuk memeriahkan dies natalis ISI Surakarta ke-60; memberikan ruang kreatif bagi seniman dalang, creator wayang, dan peneliti wayang untuk unjuk karyanya.
Sementara itu Gelar Ruwatan Massal
Sebagai rangkaian HWD, ISI Solo kembali menghelat ruwatan massal sebagai wahana pembersihan sukerta bagi manusia dan mahkluk hidup lainnya.
Hal ini sejalan dengan keyakinan dan pandangan masyarakat Jawa bahwa ‘sukerta’ atau mala atau energi negatif yang menyatu dengan manusia perlu dilakukan ritual pembersihan atau dikenal dengan istilah ruwatan. Ruwatan berasal dari kata ruwat yang dapat diartian pelepasan, penyucian, pembersihan dari segala malapetaka yang menghinggapi manusia dan jagat raya. Setidaknya kita mengenal ruwatan sukerta yang dilakukan secara perorangan ataupun secara massal, ruwatan nagari diperuntukkan mensucikan atau membersihkan berbagai sengkala pada suatu negara, dapat diistilahkan ruwatan nagari, dusun, sendang, bumi, segara, gunung dan sebagainya.
Ruwatan massal tersebut di gelar pada (1/11/2024) yang akan dimulai mulai pukul 13.00 WIB. ritual ruwatan massal dilaksanakan di Pendopo Ageng Mr GPH Djojo Kusumo ISI Solo. Bertindak sebagai dalang sekaligus juru ruwat Ki Dr. Suyanto Hadipramono yang memimpin ritual pembersihan sukerta terhadap 30-an peserta ruwatan.
Peserta ruwatan yang dikategorikan sebagai orang sukerta mengikuti rangkaian prosesi ruwatan, mulai dari kirab peserta, duduk menempatkan diri, menyaksikan jalannya lakon Murwakala, hingga ritual potong rambut dan diberi percikan air khusus dari tujuh sumber air. Ritual ruwatan dilakukan dengan sakral dan khusuk sehingga memunculkan daya dan aura yang baik bagi yang melakukannya.
Ritual ruwatan di ISI Solo menggelar lakon Murwakala yang menggambarkan pembebasan bagi orang sukerta dan sengkala direpresentasikan ketika dalang Kandhabuwana alias Bathara Wisnu berhasil membebaskan mereka dari keinginan Bathara Kala untuk memangsanya.
Mengenai pelepasan atau pembebasan ini juga disinggung pada beberapa literatur Jawa, seperti pembebasan Dewi Winata oleh Garudeya dalam Adiparwa; dalam Kakawin Parbhigama, Arjuna membebaskan bidadari Purpamesi dari kutukan berujud buaya di Sungai Savabadra. Pada Kidung Sudamala ditemukan cerita Sadewa meruwat Durga kembali berparas Uma, ataupun pada cerita Nawaruci ketika Bima berhasil meruwat Rukmuka-Rukmakala menjadi Bathara Indra dan Bathara Bayu.
Daya dan aura ruwatan terindikasi pada beberapa hal, yaitu: pertama, suasana atau atmosfir sakral di Pendopo sebagai tempat pelaksanaan ritual; kedua, lakon Murwakala yang digelar dalang menggambarkan tokoh-tokoh yang sedang diselamatkan dari pengaruh jahat; ketiga, aura mistis terasa dari kepulan asap dan aroma dupa serta berbagai macam sesajen yang menyertainya. Daya dan aura ruwatan juga dapat dirasakan dari kekuatan spiritualitas sang dalang. Para peserta ruwatanpun memiliki keyakinan mendalam bahwa dirinya telah diliputi daya dan aura yang postif sehingga dapat terhindar dari berbagai pengaruh negatif dalam kehidupannya. Aura positif juga menyebar pada lingkungan alam sekitar.
Ritual ruwatan massal selain berdampak secara psikologis terhadap para peserta (orang sukerta) menjadi lebih baik, nyaman, dan tenang, juga memiliki implikasi positif terhadap upaya pelestarian kearifan lokal di Indonesia. Ruwatan sebagai bentuk ekspresi budaya komunal masyarakat perlu dijaga kesinambungannya sehingga tidak punah dimakan zaman. Usaha yang dilakukan ISI Solo yakni dengan menggelar ruwatan pada setiap tahunnya, memberikan ruang kreasi dan inovasi bagi para seniman dalang, serta menumbuhkan budaya riset terhadap seni budaya tradisional dan kearifan lokal di Indonesia.
[mas/rdi]
Posting Komentar