SURAKARTA - suaraindonesia.co// Institut Seni Indonesia Surakarta (ISI Solo) berupaya mendukung penguatan objek wisata Candi Borobudur di Magelang Jawa Tengah dengan menggelar pentas pergelaran wayang buddha pada (2/11/2024). di even Hari Wayang Dunia X.
Sunardi, selaku Ketua Tim Peneliti mengatakan bahwa pergelaran wayang buddha lakon Gandawyuha yang dipentaskan pada Hari Wayang Dunia X di Teater Besar ISI Solo merupakan hasil Penelitian Terapan DRTPM tahun 2024.
Penelitian berjudul Kreasi Seni Pertunjukan Wayang Buddha Lakon Gandawyuha sebagai Pendukung Objek Wisata Candi Borobudur dan Penguatan Moderasi Beragama yang dibiayai dari Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Penelitian bertujuan untuk merancang pertunjukan wayang buddha lakon Gandawyuha sebagai pendukung objek wisata candi Borobudur dan penguatan moderasi beragama. Kreasi seni pertunjukan wayang buddha lakon Gandawyuha dilakukan dengan menafsirkan cerita pada pahatan relief candi menjadi lakon wayang.
Lakon Gandawyuha mengajarkan watak harmoni di atas keragaman sehingga signifikan untuk mewujudkan kehidupan manusia yang ber-bhineka tunggal ika tan hana dharma mangruwa.
Penelitian menerapkan metode artistic research, memuat langkah-langkah eksplorasi, perancangan, proses kreasi, dan presentasi. Tahap pertama, eksplorasi dan analisis cerita Gandawyuha pada relief candi Borobudur untuk menemukan materi utama sebagai bahan penciptaan lakon wayang. Kedua, perancangan konsep cerita Gandawyuha pada relief Candi Borobudur dalam kreasi seni pertunjukan wayang, meliputi lakon, boneka wayang, narasi dan dialog, karawitan pakeliran, dan model pertunjukannya.
Pada tahap ketiga, proses kreasi seni pertunjukan wayang buddha lakon Gandawyuha untuk menemukan daya estetika dan aspek kebaharuan. Keempat, presentasi seni pertunjukan wayang buddha lakon Gandawyuha sebagai pendukung objek wisata Candi Borobudur dan penguatan moderasi beragama melalui pergelaran wayang di berbagai ruang publik maupun kanal youtube dan media sosial lainnya,” katanya.
Ia mengatakan bahwa cerita Gandawyuha dipahatkan pada relief Candi Borobudur pada lantai II, III, dan IV. Relief Gandawyuha berjumlah 460 panel, di dalamnya menarasikan perjalanan tokoh bernama Sudhana mencari hakekat kehidupan dengan cara berguru kepada para mitra sejati, yang dikenal sebagai kalayana-mitra. Agar narasi Gandawyuha dapat dengan mudah diketahui para wisatawan maupun masyarakat pada umumnya, maka relief tersebut dikreasi dan diinterpretasi menjadi boneka wayang dan pertunjukan wayang buddha.
Selain Sunardi, penelitian ini melibatkan tim lainnya, yaitu Jaka Rianto dan Katarina Indah Sulastuti, dengan menggandeng mitra dari Persatuan Pedalangan Indonesia Kota Surakarta dibawah pimpinan Prof. Sarwanto.
Angkat Moderasi Beragama Merujuk Relief Candi Borobudur
"Nilai-nilai moderasi beragama merupakan prinsip dasar yang mendorong sikap dan perilaku manusia yang seimbang, toleran, dan inklusif dalam kehidupan beragama. Nilai-nilai ini termuat dalam pertunjukan wayang lakon Gandawyuha melalui karakteristik tokoh dan peristiwa yang terjadi dalam adegan. Beberapa contoh nilai-nilai moderasi beragama diantaranya toleransi, kedamaian, keterbukaan, kemanusiaan, spiritualitas universal, keseimbangan, dan sebagainya. Dengan demikian nilai-nilai moderasi beragama sangat signifikan untuk disampaikan kepada masyarakat pada umumnya”, katanya.
Kandungan nilai-nilai moderasi beragama dalam lakon Gandawyuha merepresentasikan prinsip-prinsip utama dalam gerakan moderasi beragama yang berimplikasi pada tumbuhnya watak toleransi antar umat beragama. Nilai-nilai moderasi beragama diwadahi dalam prinsip spiritualitas, kedamaian, keterbukaan, toleransi, kemanusiaan, dan keseimbangan. Nilai-nilai ini dikemas sebagai pesan dan makna pada adegan-adegan dalam lakon Gandawyuha. Dengan demikian nilai-nilai moderasi dalam lakon wayang dapat dijadikan sebagai rujukan bagi umat beragama di Indonesia untuk hidup yang harmoni dan bahagia.
Lakon Gandawyuha memuat nilai-nilai moderasi beragama, baik secara eksplisit maupun implisit. Secara eksplisit, nilai-nilai ini diwujudkan pada dialog dan narasi dalam lakon wayang, sedangkan secara implisit dapat dihayati melalui keseluruhan ceritanya. Nilai spiritualitas merujuk bahwa semua ajaran memiliki tujuan yang sama untuk mencapai kebahagiaan dan pencerahan hidup.
Katarina Indah Sulastuti menambahkan bahwa nilai toleransi mengajarkan pentingnya menghormati perbedaan pandangan dan disikapi saling pengertian. Nilai kedamaian menekankan pentingnya kedamaian lahir batin, menghindari konflik, dan menciptakan harmoni. Nilai keterbukaan berarti sikap terbuka terhadap ilmu dan pengetahuan baru, memahami berbagai ajaran agama untuk penguatan spritualitas.
Nilai kemanusiaan dimaknai sebagai hidup yang saling membantu tanpa membedakan latar belakang agama. Nilai keseimbangan mengajarkan laku seiring sejalan antara kehidupan duniawi dan spiritual. Dengan berpedoman pada nilai-nilai moderasi beragama, manusia dapat menciptakan kehidupan yang damai dan harmoni sehingga mengurangi potensi konflik karena perbedaan keyakinan’, terangnya.
Jaka Rianto, selaku dalang yang membewakan lakon menyampaikan secara garis besar lakon Gandawyuha mengisahkan tokoh Sudhana menemui berbagai kalyana-mitra di seluruh penjuru dunia untuk mendapatkan berbagai ajaran. Pada mulanya, Sudhana bertemu Manjusri, selanjutnya menemui beberapa guru lain, diantaranya Pendeta Meghasri, Budha Wimaladwaja, Pelacur Vasumitra, Pedagang Muktaha, Begawan Maitreya dan lainnya. Sudhana mendapatkan berbagai pelajaran mengenai hidup dan kehidupan yang menuntun dirinya dapat mencapai kebahagiaan tertinggi bersatu dengan keilahiannya. Sosok Sudhana menjadi simbol dari gerakan moderasi beragama karena mengungkap berbagai nilai kehidupan manusia yang membawa pada kemaslahatan masyarakat dalam hidupnya di tengah-tengah berbagai perbedaan." katanya. **
[sun/anh]
Posting Komentar